Edisi 1814
Alhamdulillah, wash shalaatu was salaamu ‘alaa rasuulillaah, wa ba’du. Pembaca yang dirahmati oleh Allah, salah satu ibadah yang memiliki keutamaan tinggi adalah sedekah. Sedekah dapat dilakukan secara terang-terangan maupun tersembunyi. Keduanya sama-sama merupakan kebaikan.
Pada saat tertentu, sedekah secara terang-terangan memiliki keunggulan tersendiri. Namun pada kesempatan lainnya, sedekah secara rahasia juga ditekankan karena memiliki sejumlah keutamaan. Berikut di antara keutamaan dan manisnya bersedekah secara rahasia.
Allah pasti membalas dan menggantinya
Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Apapun infaq yang kalian berikan atau nadzar apapun yang kalian canangkan, sesungguhnya Allah mengetahuinya.” (Q.S. Al-Baqarah: 270).
Allah Ta’ala juga berfirman (yang artinya), “Apapun harta yang kalian infaqkan maka Allah pasti akan menggantikannya, dan Dia adalah sebaik-baik pemberi rizki.” (Q.S. Saba`: 39).
Mendapatkan naungan Allah pada Hari Kiamat
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ada tujuh golongan orang yang akan diberi naungan oleh Allah pada hari ketika tidak ada naungan kecuali naungan dari-Nya:
- Seorang pemimpin yang adil.
- Seorang pemuda yang tumbuh dalam (ketaatan)beribadah kepada Allah ‘Azza wa J
- Seorang lelaki yang hatinya bergantung di masjid-masjid.
- Dua orang lelaki yang saling mencintai karena Allah, mereka berdua bertemu dan berpisah karena-Nya.
- Seorang lelaki yang diajak berzina oleh seorang perempuan yang memiliki kedudukan dan kecantikan lalu dia berkata, ‘Aku takut kepada Allah’.
- Seorang lelaki yang bersedekah dengan sembunyi-sembunyi, sampai-sampai tangan kirinya tidak mengetahui apa yang disedekahkan oleh tangan kanannya.
- Dan seorang lelaki yang mengingat Allah dalam kesendirian lalu mengalirlah air matanya.” (R. Bukhari dan Muslim, lihat Shahih at-Targhib[1/531]).
Memadamkan kemurkaan Allah
Dari Mu’awiyah bin Haidah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya sedekah secara rahasia bisa meredam murka Rabb (Allah) Tabaaroka wa Ta’ala.” (H.R. Ath-Thabrani dalam al-Kabir, lihat Shahih at-Targhib [1/532]).
Lebih selamat bagi hati
Fudhail bin Iyadh rahimahullah berkata,
“Sesungguhnya amalan jika ikhlas namun tidak benar maka tidak akan diterima. Demikian pula apabila amalan itu benar tapi tidak ikhlas juga tidak diterima sampai ia ikhlas dan benar. Ikhlas itu jika diperuntukkan bagi Allah, sedangkan benar jika berada di atas Sunnah/tuntunan.” (lihat Jami’ al-’Ulum wa al-Hikam, hal. 19 cet. Dar al-Hadits).
Imam Nawawi rahimahullah berkata,
“Ketahuilah, bahwasanya keikhlasan seringkali terserang oleh penyakit ujub. Barangsiapa yang ujub dengan amalnya maka amalnya terhapus. Begitu pula orang yang menyombongkan diri dengan amalnya maka amalnya menjadi terhapus.” (lihat Ta’thir al-Anfas, hal. 584).
Yusuf bin Asbath rahimahullah berkata,
“Allah tidak menerima amalan yang di dalamnya tercampuri riya` walaupun hanya sekecil biji tanaman.” (lihat Ta’thir al-Anfas, hal. 572).
Diriwayatkan bahwa ‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu’anhu pernah berkata,
“Amal yang salih adalah amalan yang kamu tidak menginginkan pujian dari siapa pun atasnya kecuali dari Allah.” (lihat al-Ikhlas wa an-Niyyah, hal. 35).
Abu Ishaq al-Fazari rahimahullah berkata,
“Sesungguhnya di antara manusia ada orang yang sangat menggandrungi pujian kepada dirinya, padahal di sisi Allah dia tidak lebih berharga daripada sayap seekor nyamuk.” (lihat Ta’thir al-Anfas, hal. 573).
Menyelamatkan dari siksa neraka
Abu Hurairah radhiyallahu ’anhu berkata, “Aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
‘Sesungguhnya orang-orang yang pertama kali diadili pada hari kiamat adalah:
1) Seorang lelaki yang berjuang mencari mati syahid. Lalu dia dihadirkan dan ditunjukkan kepadanya nikmat-nikmat yang sekiranya akan diperolehnya, sehingga dia pun bisa mengenalinya.
Allah bertanya kepadanya, “Apa yang telah kamu lakukan untuk mendapatkan itu semua?”. Dia menjawab, “Aku berperang di jalan-Mu sampai aku menemui mati syahid.” Allah menimpali jawabannya, “Kamu dusta. Sebenarnya kamu berperang agar disebut-sebut sebagai pemberani (pahlawan), dan sebutan itu telah kamu peroleh di dunia.”
Kemudian Allah memerintahkan malaikat untuk menyeretnya dalam keadaan tertelungkup di atas wajahnya hingga akhirnya dia dilemparkan ke dalam api neraka.
2) Seorang lelaki yang menimba ilmu dan mengajarkannya serta pandai membaca/menghafal al-Qur’an. Lalu dia dihadirkan dan ditunjukkan kepadanya nikmat-nikmat yang sekiranya akan diperolehnya, sehingga dia pun bisa mengenalinya.
Allah bertanya kepadanya, “Apa yang telah kamu lakukan untuk mendapatkan itu semua?”. Dia menjawab, “Aku menimba ilmu dan mengajarkannya serta aku membaca/menghafal al-Qur’an di jalan-Mu.” Allah menimpali jawabannya, “Kamu dusta. Sebenarnya kamu menimba ilmu agar disebut-sebut sebagai orang alim (ahli ilmu agama maupun ilmu umum/ilmuwan), dan kamu membaca al-Qur’an agar disebut sebagai qari’. Dan sebutan itu telah kamu dapatkan di dunia.”
Kemudian Allah memerintahkan malaikat untuk menyeretnya dalam keadaan tertelungkup di atas wajahnya hingga akhirnya dia dilemparkan ke dalam api neraka.
3) Seorang lelaki yang diberi kelapangan oleh Allah serta mendapatkan karunia berupa segala macam bentuk harta. Lalu dia dihadirkan dan ditunjukkan kepadanya nikmat-nikmat yang sekiranya akan diperolehnya, sehingga dia pun bisa mengenalinya.
Allah bertanya kepadanya, “Apa yang telah kamu lakukan untuk mendapatkan itu semua?”. Dia menjawab, “Tidak ada satupun kesempatan yang Engkau cintai agar hamba-Mu berinfak padanya melainkan aku telah berinfak padanya untuk mencari ridha-Mu.” Allah menimpali jawabannya, “Kamu dusta. Sesungguhnya kamu berinfak hanya demi mendapatkan sebutan sebagai orang yang dermawan. Dan sebutan itu telah kamu dapatkan di dunia.”
Kemudian Allah memerintahkan malaikat untuk menyeretnya dalam keadaan tertelungkup di atas wajahnya hingga akhirnya dia dilemparkan ke dalam api neraka.’ (H.R. Muslim).
Kunci meraih kelezatan amal
Abu Turab rahimahullah mengatakan,
“Apabila seorang hamba bersikap tulus/jujur dalam amalannya niscaya dia akan merasakan kelezatan amal itu sebelum melakukannya. Dan apabila seorang hamba ikhlas dalam beramal, niscaya dia akan merasakan kelezatan amal itu di saat sedang melakukannya.” (lihat Ta’thir al-Anfas, hal. 594).
Abul Aliyah berkata bahwa Para Sahabat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam berpesan kepadaku, “Janganlah kamu beramal untuk selain Allah. Karena hal itu akan membuat Allah menyandarkan hatimu kepada orang yang kamu beramal karenanya.” (lihat Ta’thirul Anfas, hal. 568).
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata,
“Barangsiapa yang membiasakan dirinya untuk beramal ikhlas karena Allah niscaya tidak ada sesuatu yang lebih berat baginya daripada beramal untuk selain-Nya. Dan barangsiapa yang membiasakan dirinya untuk memuaskan hawa nafsu dan ambisinya maka tidak ada sesuatu yang lebih berat baginya daripada ikhlas dan beramal untuk Allah.” (lihat Ma’alim Fi Thariq al-Ishlah, hal. 7).
Jalan untuk meraih keikhlasan
Sufyan bin Uyainah berkata bahwa Abu Hazim rahimahullah berkata,
“Sembunyikanlah kebaikan-kebaikanmu lebih daripada kesungguhanmu dalam menyembunyikan kejelekan-kejelekanmu.” (lihat Ta’thirul Anfas, hal. 231).
Al-Fudhail bin Iyadh rahimahullah berkata,
“Ilmu dan amal terbaik adalah yang tersembunyi dari pandangan manusia.” (lihat Ta’thirul Anfas, hal. 231).
Ibrahim at-Taimi rahimahullah berkata,
“Orang yang ikhlas adalah yang berusaha menyembunyikan kebaikan-kebaikannya sebagaimana dia suka menyembunyikan kejelekan-kejelakannya.” (lihat Ta’thirul Anfas, hal. 252).
Al-Fudhail bin ‘Iyadh rahimahullah mengatakan,
“Meninggalkan amal karena manusia adalah riya`, sedangkan beramal untuk dipersembahkan kepada manusia merupakan kemusyrikan. Adapun ikhlas itu adalah tatkala Allah menyelamatkanmu dari keduanya.” (lihat Adab al-’Alim wa al-Muta’allim, hal. 8).
Fudhail bin ‘Iyadh rahimahullah berkata,
“Dahulu dikatakan bahwa seorang hamba akan senantiasa berada dalam kebaikan, selama jika dia berkata maka dia berkata karena Allah, dan apabila dia beramal maka dia pun beramal karena Allah.” (lihat Ta’thir al-Anfas min Hadits al-Ikhlas, hal. 592).
Wallahu A’lam. Wa shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘alaa aalihi wa sallam. Walhamdulillahi Rabbil ‘Alamiin.
—
Penulis: Ustaz Ari Wahyudi, S.Si., disarikan dari https://muslim.or.id/21137-keutamaan-bersedekah-secara-rahasia.html
Murajaah: Ustaz Abu Salman, B.I.S.